This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Saturday, February 27, 2016

Pengalaman halaman blog bermasalah

Karena ada kesalahan kopi paste kode iklan dan berpengaruhi pada tampilan halaman blog maka untuk sementara saya hilangkan, saya akan memuat kembali lagi pada beberapa waktu mendatang. Publisher ...... pelayanannya luar biasa. Beberapa Minggu yang telah berlalu, saya mendaftar ke ...... (saya tiadakan dulu sementara) untuk menjadi publisher, beberapa menit kemudian ada balasan dan setelah mendaftar saya harus menunggu 3 hari untuk ditinjau blog saya. Merasa belum ada jawaban, saya daftar lagi dengan email yang berbeda. Saya diminta lagi untuk bersabar beberapa hari. Akhirnya dijawab bahwa permohonan saya disetujui. Selanjutnya saya masuk ke dasbor Chita untuk memasang kode iklan ke blog saya. Setelah memasang, saya kemudian memperbaiki lagi namun ada kesalahan yang terjadi pada saya. Akhirnya akun saya tidak bisa dipakai. Saya kemudian mendaftar lagi dan langsung diterima untuk menerbitkan iklan. Hanya saja tampilan iklan mesti saya tunggu lagi beberapa hari. Semoga iklan muncul. Salam

Saturday, February 20, 2016

Empat makna kasih dalam bahasa Yunani

Makna kasih dalam bahasa Yunani yang merujuk kepada empat kata yang berbeda: a. Kata avgapa,w atau kata bendanya avgaph dianggap sebagai kata yang secara khusus digunakan untuk berbicara mengenai kasih Allah, kasih yang rela berkorban, dan kasih yang tanpa pamrih; b. Kata file,w atau kata bendanya filia dianggap sebagai kata yang secara khusus berbicara mengenai kasih persahabatan atau kasih pertemanan; c. Kata stergw atau kata bendanya storgh dianggap sebagai kata yang secara khusus berbicara mengenai kasih persaudaraan; dan d. Kata evraw dan kata bendanya evrwj dianggap sebagai kata yang menandai kasih percintaan atau romantika dengan kandungan makna adanya nuansa seksual di dalamnya. (W. Gunther and H.G. Link, “Love,” in Collin Brown (ed), Dictionary of New Testament Theology, Vol. 2 (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1976), 538-539

Nama Petrus: Si,mwn VIwa,nnou

Nama Petrus: Si,mwn VIwa,nnou Dalam beberapa salinan Injil Yohanes, frasa Si,mwn VIwa,nnou disalin dengan Si,mwn VIwna (A, K, C, M, N, U, S, 153, dan 1424). Namun, variasi penyalinan ini kemungkinan besar merupakan upaya untuk mengharmoniskannya dengan Matius 16:17 di mana terdapat sebutan: Maka,rioj ei=( Si,mwn Bariwna/. Jika pendapat ini benar, maka kita dapat menerima bahwa frasa Si,mwn VIwa,nnou otentik dalam bagian ini.

Selanjutnya, sebutan nama Petrus oleh Yesus: Si,mwn VIwa,nnou, tampaknya sangat dekat dengan sebutan i,mwn o` ui`o.j VIwa,nnou dalam Yohanes 1:42. Perbedaannya adalah dalam Yohanes 21:15, Yesus menggunakan sebutan yang lebih ringkas. Penggunaan bentuk ringkas ini bisa jadi merupakan sebuah penyingkatan ekonomis dari Yesus atau bisa jadi juga merupakan semacam hasil pengeditan dari sang redaktor Injil ini. Dalam pengertian yang mana pun, kita mendapati suatu hal menarik di sini yaitu sebutan nama Petrus yang dihubungkan dengan ayahnya yang bernama Yohanes (sebutan patronomik). Sebagaimana di Galilea untuk pertama kalinya Yesus menggunakan sebutan patronomik bagi Petrus, demikian pula di Galilea untuk yang terakhir kalinya semasa Yesus di bumi menyebut Petrus dengan sebutan patronomik.

Mengapa Yesus menggunakan sebutan patronomik untuk Petrus di sini bila dihubungkan dengan Yohanes 1:24? Mengenai sebutan patronomik untuk Petrus di sini yaitu Yesus hendak mengingatkan Petrus bahwa pasti ia akan menyangkal ketika Yesus masuk dalam penangkapan dan penyaliban. Naum sebutan ini juga merupakan suatu keinginan bahwa Yesus mau mulai relasi yang abru dengan Petrus. Hal ini terbukti, setelah Petrus menyangkal, ia menyadarinya, menyesal dan bertobat kemudian kembali memulai relasi yang baru dengan Yesus Kristus.

Terjemahan Yohanes 21:15-19 dalam bahasa Yunani

Ayat suci yang terambil dari Perjanjian Baru Yohanes 21:15-19 dalam bahasa Yunani dan terjemahannya, sebagai contoh penelitian teks yang berhubungan dengan salah satu prosedur penelitian tesk kuno yaitu penerjemahan. Terjemahan ini kolaborasi bersama rekan Biblika. Teknis yang penulis gunakan di sini adalah mencantumkan teks Yunani sekaligus terjemahan literal dari ayat per ayat. Untuk penerjemahan terhadap beberapa frasa atau kata yang nanti akan dijelaskan dalam tafsirannya, penulis akan memberikan indikasi melalui catatan pada bagian akhir dari bagian terjemahan ini. Ayat 15 {Ote ou=n hvri,sthsan le,gei tw/| Si,mwni Pe,trw| o` VIhsou/j( Si,mwn VIwa,nnou( avgapa/|j me ple,on tou,twnÈ le,gei auvtw/|( Nai. ku,rie( su. oi=daj o[ti filw/ seÅ le,gei auvtw/|( Bo,ske ta. avrni,a mouÅ Kemudian ketika mereka sudah makan, Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon Yohanes, apakah engkau mengasihi aku lebih dari ini? Dia menjawab: “Benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Dia berkata kepadanya, “Berilah makan domba-domba-Ku”. Ayat 16 le,gei auvtw/| pa,lin deu,teron( Si,mwn VIwa,nnou( avgapa/|j meÈ le,gei auvtw/|( Nai. ku,rie( su. oi=daj o[ti filw/ seÅ le,gei auvtw/|( Poi,maine ta. pro,bata, mouÅ Dia berkata kepadanya untuk kedua kalinya, “Simon Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Dia menjawab, “Benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Dia berkata kepadanya, “Peliharalah domba-domba-Ku.” Ayat 17 le,gei auvtw/| to. tri,ton( Si,mwn VIwa,nnou( filei/j meÈ evluph,qh o` Pe,troj o[ti ei=pen auvtw/| to. tri,ton( Filei/j meÈ kai. le,gei auvtw/|( Ku,rie( pa,nta su. oi=daj( su. ginw,skeij o[ti filw/ seÅ le,gei auvtw/| Îo` VIhsou/jÐ( Bo,ske ta. pro,bata, mouÅ Dia berkata kepadanya untuk ketiga kalinya, “Simon Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Petrus merasa sedih karena Dia telah berkata kepadanya untuk yang ketiga kalinya [mengenai] apakah engkau mengasihi Aku? Dia berkata kepada-Nya, “Tuhan Engkau mengetahui segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Yesus berkata kepadanya, “Berilah makan domba-domba-Ku.” Ayat 18 avmh.n avmh.n le,gw soi( o[te h=j new,teroj( evzw,nnuej seauto.n kai. periepa,teij o[pou h;qelej\ o[tan de. ghra,sh|j( evktenei/j ta.j cei/ra,j sou( kai. a;lloj se zw,sei kai. oi;sei o[pou ouv qe,leij Sesungguhnya aku berkata kepadamu, ketika engkau masih muda, engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana pun engkau suka, tetapi ketika engkau sudah tua, engkau mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengingat tanganmu dan membawa engkau ke mana engkau tidak suka. Ayat 19 tou/to de. ei=pen shmai,nwn poi,w| qana,tw| doxa,sei to.n qeo,nÅ kai. tou/to eivpw.n le,gei auvtw/|( VAkolou,qei moiÅ Ia mengatakan hal-hal ini untuk mengindikasikan bagaimana dia akan memuliakan Tuhan dengan cara kematian. Dan sesudah ia mengatakan hal-hal itu, Dia berkata kepadanya, “Ikutlah Aku.” Terjemahan di atas mengindikasikan bahwa beberapa kata dan frasa tampaknya tidak jelas maksudnya dan perlu mendapat perhatian eksegetis, yaitu: a. Penyebutan nama Petrus oleh Yesus: Si,mwn VIwa,nnou; b. Penggunaan kata bo,ske dan poi,maine; c. Penggunaan kata avgapa/|j dan filei/j; d. Penggunaan kata ta. avrni,a dan ta. pro,bata,; e. Penggunaan frasa ple,on tou,twn. f. Mengapa Petrus menjadi bersedih ketika ia ditanyai dengan pertanyaan yang sama untuk yang ketiga kalinya? Keenam masalah spesifik yang penulis identifikasi di ataslah yang akan menjadi kerangka utama pembahasan ekesegetis penulis dalam bagian selanjutnya. Kiranya menginspirasi semangat penelitian teks suci. Salam YM

Friday, February 5, 2016

Teori tentang masalah penelitian

Penelitian ilmiah pada taraf skripsi, tesis dan disertasi selalu dimulai dengan masalah. Bila tidak ada masalah maka tidak perlu ada penelitian. Jadi masalah mendorong seorang mahasiswa untuk melaksanakan penelitian. Dalam hal ini, seorang mahasiswa di perguruan tinggi pada akhir studinya disyaratkan untuk meneliti. Penelitian tersebut mulai dari penelitian untuk sarja yang disebut dengan Skripsi, Magister untuk tesis, Doktoral untuk disertasi. Penelitian yang dilakukan mahasiswa dapat memakai penelitian kuantitatif maupun kualitatif dengan mengadakan penelitian lapangan dengan kombinasi kebenaran rasional dan empiris, maupun penelitian yang hanya bersifat penemuan kebenaran rasional.

Penelitian dengan metode apapun perlu memperhatikan teori-teori yang berhubungan dengan Bab I, II, III, IV dan V (atau bisa dikembangkan lebih dari lima Bab). Hal yang ingin saya sampaikan disini yakni beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok dalam bab I dan II serta Bab III.

Baiklah kita mulai dengan Bab I.

Dalam Bab I penelitian mahasiswa (Skripsi, Tesis, Disertasi) pokok pertama yang mesti disampaiakan yakni: Latar Belakang Masalah. Dalam mengemukakan/menarasikan latar belakang masalah perlu didasarkan atas teori-teori tentang “masalah penelitian”. Sering terjadi yakni ketika mahasiswa menarasikan masalah penelitian tidak didasarkan pada teori tentang “masalah penelitian”. Mahasiswa hanya asal-asalan membuat latar belakang masalah. Akhirnya mahasiswa tidak punya arah yang baik dalam menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah tentu ditopang oleh kajian teori (kebenaran rasional) yang relevan dengan variabel (konsep yang dapat diukur) yang diteliti dan analisis data serta kesimpulan yang diambil. Oleh karena itu perlu memperhatikan teori tentang “masalah penelitian”. Beberapa teori tentang “masalah penelitian”.

Teori 1

Masalah penelitian adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan. Perbedaan antara yang tertulis dengan yang dipraktikkan/perbedaan antara teori dan praktik.

Contoh 1:

Kucing pada umumnya tidak bertanduk namun ditempat tertentu didapati kucing bertanduk. Ini masalah karena yang diketahui umum yakni kucing tidak bertanduk, maka pokok ini dirumuskan menjadi suatu variabel untuk diteliti. Dengan mengemukakan masalah dengan mendeskripsikan di Latar Belakang Masalah tentang kucing. Mulailah mendeskripsikan tentang kucing sebagaimana yang dikenal umum (diinformasikan dalam buku) kemudian akhiri dengan kucing yang bertanduk.

Contoh 2:

Secara psikologi ditemukan bahwa tingkat perhatian orang terhadap pembicaraan/ceramah/khotbah dll hanya berlangsung 45 menit. Oleh karena itu khotbah jangan terlampau lama karena bila terlampau lama maka konsentrasi pendengar khotbah akan berubah. Dengan demikian kotbah selanjutnya tidak diperhatikan secara baik. Akan tetapi di suatu tempat/gereja, jemaat mampu mendengar khotbah secara baik dalam durasi waktu 1,5 Jam. Ini menjadi masalah yang baik untuk diteliti. Dalam teknis pemaparan di Latar Belakang Masalah dikemukakan tentang lamanya waktu tentang tingkat perhatian orang terhadap ceramah/khotbah kemudian akhiri dengan fakta bahwa di tempat tertentu jemaat mampu mendengar khotbah dalam waktu 1,5 jam. Namun perlu didukung dengan bukti, yakni apakah ini pengalaman langsung atau kesaksian orang lain.

Teori 2

Prof.Dr. Sugiyono dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitif, Kualitatif dan R&D” mengemukakan bahwa masalah penelitian adalah penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dan praktek, antara aturan dan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan, penyimpangan antara pengalaman dan kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan dan kompetisi ( Sugiyono, 2008:52) Berdasarkan definisi tentang masalah tersebut di atas, masalah penelitian yang harus dikemukakan dalam Latar Belakang Masalah yaitu: Penyimpangan antara yang seharusnya (saya sengaja bold dan italic untuk menegaskan inti masalah penelitian) dengan apa yang benar-benar terjadi.

Misalnya:

Yang seharusnya Apa yang benar-benar terjadi Penyimpangan/masalah Deskripsi Masalah

Jemaat rajin beribadah Jemaat malas beribadah Jadi, penyimpangannya yakni: jemaat malas beribadah Contoh deskripsi Masalah: Jemaat Kristen adalah orang-orang yang telah ditebus oleh Yesus Kristus. Oleh karena itu maka jemaat rajin beribadah ke Gereja dan ibadah-ibadah rumah tangga. Kerajinan jemaat dalam beribadah bukan untuk mendapat keselamatan tetapi membuktikan bahwa jemaat adalah orang-orang yang sudah diselamatkan. Namun masalah yang terjadi yakni anggota jemaat malas beribadah pada hari Minggu dan ibadah-ibadah keluarga.

Teori 3:

Locke, Spirduso, dan Silverman dalam Andreas B. Subagyo dengan judul buku “Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif Termasuk Riset Teologi dan Keagamaan menyatakan: maslah penelitian adalah pengalaman ketika kita menghadapi situasi yang tidak memuaskan. SItuasi itu harus betul-betul tidak memuaskan sehingga dirasakan sebagai masalah. Pengalaman itu bukan hanya pengalaman dalam praktik, tetapi juga dalam mengamati dua teori (pandangan/pendapat/penfsiran teks kita suci, dll) yang bertentangan. (Andreas B. Subagyo, 2004:180)

Contoh

Dalam buku-buku Teologi Calvinis diperoleh informasi akan pernyataan: Sekali selamat tetap selamat, sementara dalam buku-buku Teologi Armenian diperoleh pernyataan teologis: Keselamatan bisa hilang. Jadi tidak ada kepastian keselamatan. Dalam contoh ini ada dua pandangan teologi yang berbeda: Teologi Calvinis memastikan bahwa keselamatan itu pasti atau “Kepastian Keselamatan” sedangkan Teologi Armenian menyatakan: Keselamatan bisa hilang.

Berdasarkan masalah ini, kita dapat rumuskan variabel penelitian (konsep yang dapat diukur), yakni: “Tingkat Keyakinan warga Jemaat Gereja …. Terhadap Kepastian Keselamatan” atau “Tingkat Pemahaman warga Jemaat Gereja …. Terhadap Kepastian Keselamatan”. Bila mau dijadikan dua variabel maka judul (variabel) ini dapat dirumuskan: Pengaruh Khotbah Eksegesis Terhadap Tingkat Keyakinan warga Jemaat Gereja …. Terhadap Kepastian Keselamatan” atau Pengaruh Khotbah Pendeta Terhadap “Tingkat Pemahaman warga Jemaat Gereja …. Terhadap Kepastian Keselamatan”

Skala pengukuran sikap yang dipakai:

Untuk judul tentang Tingkat pemahaman warga jemaat tentang kepastian keselamatan dapat memakai skala pengkuran sikap dengan opsi berikut ini.

Sangat mengerti (5)

Mengerti (4)

Cukup Mengerti (3)

Kurang Mengerti (2)

Tidak mengerti (1)

Atau

Untuk Variabel tentang Tingkat keyakinan terhadap kepastian keselamatan dapat memakai skala sikap dengan opsi sebagai berikut:

Sangat yakin (5)

Yakin (4)

Cukup Yakin (3)

Kurang Yakin (2)

Tidak Yakin (1)

Masih banyak teori tentang “masalah penelitian”, namun tiga teori di atas kiranya menjadi bahan refrensi yang menolong peserta penelitian mahasiswa (Skripsi, Tesis dan Disertasi) dalam mewujudkan masalah penelitian di Bab I untuk poin:Latar Belakang Masalah

Demikian informasi ini semoga menjadi berguna.

Pengaruh menjadi Pentakostalisme terhadap Karakteristik unggul dalam pelayanan gereja

Masalah Penelitian: Pengaruh Menjadi Pentakostalisme terhadap Karakteristik unggul dalam pelayanan Gereja.

Gerakan Pentakosta telah berkembang sedemikian pesat dan memberi pengaruh terhadap manusia, khususnya kelompok Kristen dari denominasi yang menekankan pada Roh Kudus yaitu pada pengalaman dipenuhi Roh. Seorang teolog pentakosta yakni J.Gultom menyatakan: “Kaum pentakostal lahir dari suatu pergumulan spiritualitas yang dangkal pada masa di mana gereja-gereja telah terjebak kepada formalisasi, doktrinisasi dan pemetodean penghayatan iman kepada Yesus Kristus serta absennya pengalaman yang dinamis dengan Roh. Pendapat ini menarik untuk dikaji, mengapa pengalaman dinamis dengan Roh itu tidak continue dalam kehidupan gereja.? Gereja dianggap sebagai suatu persekutuan yang hanya menekankan system organisasi ketimbang perhatian terhadap pengalaman dinamis dengan Roh itu. Oleh karena Itulah gerakan pentakostal memberi ruang dalam pengalaman dinamis itu. Pengalaman dinamis dengan Roh ini tidak hanya terjadi dalam kaum Pentakosta tetapi juga pada gerakan pietisme John Wesley bersaudara yang melahirkan Methodis maupun Jacob Spener adalah suatu penghayatan dan pengalaman yang hidup, sederhana, spontan dan komitmen untuk menghidupi Firman menjadi akar spiritualitas Pentakostal. Oleh karena itu spiritualitas merupakan topik yang sangat penting ketika membicarakan mengenai pentakostalisme (J.Gultom, Penta Kosta Dalam Konteks, Jakarta : PGPI dan PESATPIN, 2008: 139)

"Murid yang dikasihi" dan "Injil yang dikasihi"

Masalah Penelitian Biblika: Murid yang dikasihi dan Injil yang dikasihi dalam Yohanes 21:15-19.

Postingan ini bermaksud untuk memberikan kepada para pembaca yang sedang mencari masalah penelitian untuk penelitian mahasiswa (skripsi, tesis dan disertasi) dalam bidang Teologi Kristen. Pokok yang disampaikan dalam postingan ini lebih bersifat penelitian “Biblika”, maka saran penelitian yang disampaikan disini yakni para pembaca blog yang hendak menjadikan beberapa masalah yang dikemukan dalam postingan ini menjadi masalah penelitiannya perlu memahami dan bisa mengoperasikan bahasa asli yaitu Bahasa Yunani. Dengan kata lain mampu mengeksegesis dalam bahasa asli (Yunani). Selanjutnya paparan masalah berikut ini merupakan kolaborasi dengan beberapa rekan Biblika. Baiklah saya mulai mempostingan hasil kolaborasi itu sebagai berikut.

Sumber postingan: lihat diakhir postingan, mulai dengan Garry M. Burge, John dan seterusnya.Saya melakukan ini karena hak cipta pendapat ahli harus dihargai.

Penulis Injil Yohanes menarasikan Injil dalam atraksi ilahi yaitu kisah mengenai “murid yang dikasihi” dan “Injil yang dikasihi” (beloved Gospel). Siapa “murid yang dikasihi”? dan apa itu “Injil yang dikasihi”?.

Jawabannya mesti diperhatikan dalam beberapa pendapat ahli. Menurut Gary M. Burge, Injil ini telah diidentifikasi sebagia sebuah dokumen spiritual yang unik sejak masa-masa awal kekristenan. Bahkan pada abad kedua Masehi, nama “Injil Spiritual” diberikan oleh Klemens dari Aleksandria bagi Injil Yohanes. Singkatnya, “dalam gereja mula-mula Injil Keempat diberi tempat yang sangat terhormat” dan “…reputasi ini terus bertahan hingga sekarang.”

Istilah “Injil yang dikasihi” dipakai sebagai istilah teknis teologis atau sebagai sebutan untuk Injil Yohanes. Istilah ini pernah digunakan sebagai judul dari sebuah buku yang ditulis oleh Jon Paulien. Ia membahas berbagai hal praktis yang dapat dipelajari dalam Injil Yohanes untuk menegaskan hubungan yang yang intim dengan Tuhan Yesus dan pertumbuhan iman pengikut Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, para ahli menyatakan bahwa ada banyak hal dalam Injil Yohanes yang membedakannya dengan Injil-injil Sinoptik. Misalnya, hanya Injil Yohanes ini menarasikan Yesus sebagai Logos (Yoh. 1:1-14). Beberapa hal yang unik dalam Injil Yohanes membuat para pemberita Injil menyarankan para petobat baru untuk memulai pelajaran spiritual mereka dengan membaca Injil Yohanes. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam konteks praksis iman dalam kehidupan orang Kristen, Injil Yohanes menarik ragam perhatian dari banyak orang Kristen. Akan tetapi, perhatian terhadap Injil Yohanes juga dapat dipandang dari sisi akademis. Pendekatan akademis terlihat dalam kemunculan “studi kritis” dalam dunia akademis teologis terhadap Alkitab. Para ahli kritis menyatakan bahwa Injil Yohanes tidak dapat dibaca sebagai dokumen sejarah yang handal mengenai Yesus yang sebenarnya (Yesus sejarah). Menurut para ahli ini, Injil Yohanes lebih mewakili suatu pengungkapan mengenai Yesus yang diimani oleh gereja ketimbang Yesus sejarah. Oleh karena itulah para ahli yang berkecimpung dalam “Studi Kritis” Alkitab menyarankan agar umat lebih memberi perhatian terhadap Injil-injil Sinoptik dalam hal Yesus sejarah ketimbang membaca Injil Yohanes.

Seorang ahli yaitu Burge menggambarkan skeptisisme di atas dengan mengambil contoh dari interaksinya dengan salah seorang profesor Perjanjian Baru. Menurut profesor itu, Perjanjian Baru sama sekali tidak pernah menarasikan Yesus pernah mengunjungi daerah Samaria. Burge kemudian berupaya memperlihatkan hal yang sebaliknya berdasarkan Yohanes 4 mengenai percakapan Yesus dan seorang perempuan yang terjadi di daerah Samaria. Profesor itu berargumen demikian: “Ah ya, tetapi catatan itu muncul dalam Injil Keempat, dan semua orang tahu, Yohanes tidak handal secara historis.”

Jadi, bagaimana membca isi Injil Yohanes? Menurut orang-orang Kristen konservatif, Injil Yohanes adalah Injil yang dibaca demi kepentingan pertumbuhan rohani. Namun di kalangan akademisi, sejumlah sarjana menganjurkan agar Injil Yohanes tidak perlu terlalu banyak dibaca bila orang Kristen hendak mewujudkan keinginan mengenal Yesus yang sebenarnya. Masalah lain yakni dari sisi latar belakang Injil Yohanes. Ada perdebatan, yaitu apakah Injil Yohanes harus dibaca dalam latar belakang Yahudi atau latar belakang Yunani (Helenistik).

Terhadap masalah yang terakhir dikemukakan di atas terdapat beberapa perbedaan. Menurut sekelompok sarjana, Injil Yohanes lebih tepat menggambarkan pemikiran Yudaisme abad pertama Masehi dan harus dibaca dalam latar belakang Yudaisme, sementara sebagian sarjana lain menyatakan bahwa corak Helenisme sedemikian menonjol dalam Injil Yohanes. Oleh karena itu lebih tepat jika dikatakan bahwa Injil Yohanes mewakili kekristenan Helenis abad pertama dan abad kedua. Dilema ini kemudian diatasi oleh sarjana lain yang mengakomodir dua aspek tersebut yaitu latar belakang Yahudi dan Hellenistik (Helenistik = pengaruh kebudayaan Yunani yang diteruskan oleh pemerintah Romawi) sebagai latar belakang penulisan Injil Yohanes. Teori-teori lain juga bermunculan, seperti teori tentang tujuan penulisan Injil Yohanes. Ada teori yang menyatakan Injil Yohanes ditulis dengan tujuan menggantikan Injil-injil Sinoptik, ada pula yang menyatakan melawan Gnositisme, menghadirkan kekristenan Yunani, mengoreksi pengkultusan Yohanes Pembaptis, menangani polemik dalam jemaat Kristen mula-mula, dll. Akhirnya diakui bahwa masalah-masalah di atas menjadi isu-isu penting dalam membaca (studi mendalam) mengenai Injil Yohanes. Beberapa pokok atau teks khusus yang terdapat dalam Injil ini telah menjadi diskusi akademis yang sering dianggap sebagai sesuatu yang sulit dicari jalan keluarnya. Ada diskusi topikal yang terkenal yaitu tentang identitas “murid yang dikasihi”. Siapakah yang dimaksud dengan “murid yang dikasihi”?. Apakah Thomas, Maria, Yohanes anak Zebedeus, Petrus, seorang murid ideal yang mewakili komunitas gereja mula-mula, Lazarus, dll.

Kepada para pembaca blog yang tidak seiman, tidak menjadikan bagian-bagian khusus dalam postingan Injil Yohanes dan menyatakan bahwa "Injil" telah dipalsukan. Injil yang disampaikan dalam Perjanjian Baru tetap Injil dari Yesus Kristus yang telah terbukti merubah banyak orang, tepatnya milyaran orang telah dirubah menjadi manusia yang unggul dalam berbagai kebajikan. Bahan di atas bersumber dari beberapa sumber berikut ini. Sebenarnya ada catatan kaki tetapi catatan kaki untuk postingan di atas tidak muncul ketika kami memasukan tulisan ini. Oleh karena itu maka kami menyatakan bahwa beberapa bagian dari postingan di atas tentang Injil Yohanes diambil dari sumber-sumber sebagai berikut (Kami sebutkan halaman dari sumber yang kami pakai). Silakan lihat sumber-sumber berikut ini:

Sumber Postingan:

Garry M. Burge, John (NIVAC; Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000), 458.

Gary M. Burge, “Interpreting the Gospel of John,” in David Alan Black & David S. Dockery (eds), Interpreting the New Testament: Essays on Methods and Issues (Nashville, Tennessee:

Broadman & Holman Publishers, 2001), 357.

Burge, “Interpreting the Gospel of John,” 358.

Burge, “Interpreting the Gospel of John,” 357.

Baca: Jon Paulien, John: The Beloved Gospel (Nampa: Pacific Press, 2003).

Colin G. Kruse, John (The Tyndale New Testament Commentaries; Surabaya: Momentum, 2008), 18.

Bnd. Thomas D. Lea, “The Reliability of History in John’s Gospel,” Journal of Evangelical Theological Society 38/3 (September, 1995): 387-402.

Burge, “Interpreting the Gospel of John,” 357-358.

Bnd. D. Moody Smith, “John: A Source for Jesus Research?,” in Paul N. Anderson, Felix Just, & Tom Thatcher, John, Jesus, and History, Volume 1: Critical Appraisals of Critical Views (SBL 44; Leiden: Brill, 2007), 165-178.

George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 1, terj. Urbanus Selan & Henry Lantang (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 285-295.

Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru Volume 1, terj. Hendry Ongkowidjojo (Surabaya: Momentum, 2010), 247-259.

Ben Witherington,Apa yang telah Mereka Lakukan pada Yesus? Bantahan terhadap Teori-teori Aneh dan Sejarah ‘Ngawur’ tentang Yesus, terj. James Pantou (Jakarta: Gramedia, 2006), 189-224. Witherington meyakni bahwa murid yang dikasihi adalah Lazarus. Sedangkan pembelaan terhadap pandangan tradisional mengenai identitas murid yang dikasihi yaitu Yohanes anak Zebedeus dikemukakan oleh: Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru Volume 1, 222-226; juga D.A. Carson, Douglas J. Moo, and Leon Morris, An Introduction to the New Testament (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1992), 144-151.