Friday, February 5, 2016

"Murid yang dikasihi" dan "Injil yang dikasihi"

Masalah Penelitian Biblika: Murid yang dikasihi dan Injil yang dikasihi dalam Yohanes 21:15-19.

Postingan ini bermaksud untuk memberikan kepada para pembaca yang sedang mencari masalah penelitian untuk penelitian mahasiswa (skripsi, tesis dan disertasi) dalam bidang Teologi Kristen. Pokok yang disampaikan dalam postingan ini lebih bersifat penelitian “Biblika”, maka saran penelitian yang disampaikan disini yakni para pembaca blog yang hendak menjadikan beberapa masalah yang dikemukan dalam postingan ini menjadi masalah penelitiannya perlu memahami dan bisa mengoperasikan bahasa asli yaitu Bahasa Yunani. Dengan kata lain mampu mengeksegesis dalam bahasa asli (Yunani). Selanjutnya paparan masalah berikut ini merupakan kolaborasi dengan beberapa rekan Biblika. Baiklah saya mulai mempostingan hasil kolaborasi itu sebagai berikut.

Sumber postingan: lihat diakhir postingan, mulai dengan Garry M. Burge, John dan seterusnya.Saya melakukan ini karena hak cipta pendapat ahli harus dihargai.

Penulis Injil Yohanes menarasikan Injil dalam atraksi ilahi yaitu kisah mengenai “murid yang dikasihi” dan “Injil yang dikasihi” (beloved Gospel). Siapa “murid yang dikasihi”? dan apa itu “Injil yang dikasihi”?.

Jawabannya mesti diperhatikan dalam beberapa pendapat ahli. Menurut Gary M. Burge, Injil ini telah diidentifikasi sebagia sebuah dokumen spiritual yang unik sejak masa-masa awal kekristenan. Bahkan pada abad kedua Masehi, nama “Injil Spiritual” diberikan oleh Klemens dari Aleksandria bagi Injil Yohanes. Singkatnya, “dalam gereja mula-mula Injil Keempat diberi tempat yang sangat terhormat” dan “…reputasi ini terus bertahan hingga sekarang.”

Istilah “Injil yang dikasihi” dipakai sebagai istilah teknis teologis atau sebagai sebutan untuk Injil Yohanes. Istilah ini pernah digunakan sebagai judul dari sebuah buku yang ditulis oleh Jon Paulien. Ia membahas berbagai hal praktis yang dapat dipelajari dalam Injil Yohanes untuk menegaskan hubungan yang yang intim dengan Tuhan Yesus dan pertumbuhan iman pengikut Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, para ahli menyatakan bahwa ada banyak hal dalam Injil Yohanes yang membedakannya dengan Injil-injil Sinoptik. Misalnya, hanya Injil Yohanes ini menarasikan Yesus sebagai Logos (Yoh. 1:1-14). Beberapa hal yang unik dalam Injil Yohanes membuat para pemberita Injil menyarankan para petobat baru untuk memulai pelajaran spiritual mereka dengan membaca Injil Yohanes. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam konteks praksis iman dalam kehidupan orang Kristen, Injil Yohanes menarik ragam perhatian dari banyak orang Kristen. Akan tetapi, perhatian terhadap Injil Yohanes juga dapat dipandang dari sisi akademis. Pendekatan akademis terlihat dalam kemunculan “studi kritis” dalam dunia akademis teologis terhadap Alkitab. Para ahli kritis menyatakan bahwa Injil Yohanes tidak dapat dibaca sebagai dokumen sejarah yang handal mengenai Yesus yang sebenarnya (Yesus sejarah). Menurut para ahli ini, Injil Yohanes lebih mewakili suatu pengungkapan mengenai Yesus yang diimani oleh gereja ketimbang Yesus sejarah. Oleh karena itulah para ahli yang berkecimpung dalam “Studi Kritis” Alkitab menyarankan agar umat lebih memberi perhatian terhadap Injil-injil Sinoptik dalam hal Yesus sejarah ketimbang membaca Injil Yohanes.

Seorang ahli yaitu Burge menggambarkan skeptisisme di atas dengan mengambil contoh dari interaksinya dengan salah seorang profesor Perjanjian Baru. Menurut profesor itu, Perjanjian Baru sama sekali tidak pernah menarasikan Yesus pernah mengunjungi daerah Samaria. Burge kemudian berupaya memperlihatkan hal yang sebaliknya berdasarkan Yohanes 4 mengenai percakapan Yesus dan seorang perempuan yang terjadi di daerah Samaria. Profesor itu berargumen demikian: “Ah ya, tetapi catatan itu muncul dalam Injil Keempat, dan semua orang tahu, Yohanes tidak handal secara historis.”

Jadi, bagaimana membca isi Injil Yohanes? Menurut orang-orang Kristen konservatif, Injil Yohanes adalah Injil yang dibaca demi kepentingan pertumbuhan rohani. Namun di kalangan akademisi, sejumlah sarjana menganjurkan agar Injil Yohanes tidak perlu terlalu banyak dibaca bila orang Kristen hendak mewujudkan keinginan mengenal Yesus yang sebenarnya. Masalah lain yakni dari sisi latar belakang Injil Yohanes. Ada perdebatan, yaitu apakah Injil Yohanes harus dibaca dalam latar belakang Yahudi atau latar belakang Yunani (Helenistik).

Terhadap masalah yang terakhir dikemukakan di atas terdapat beberapa perbedaan. Menurut sekelompok sarjana, Injil Yohanes lebih tepat menggambarkan pemikiran Yudaisme abad pertama Masehi dan harus dibaca dalam latar belakang Yudaisme, sementara sebagian sarjana lain menyatakan bahwa corak Helenisme sedemikian menonjol dalam Injil Yohanes. Oleh karena itu lebih tepat jika dikatakan bahwa Injil Yohanes mewakili kekristenan Helenis abad pertama dan abad kedua. Dilema ini kemudian diatasi oleh sarjana lain yang mengakomodir dua aspek tersebut yaitu latar belakang Yahudi dan Hellenistik (Helenistik = pengaruh kebudayaan Yunani yang diteruskan oleh pemerintah Romawi) sebagai latar belakang penulisan Injil Yohanes. Teori-teori lain juga bermunculan, seperti teori tentang tujuan penulisan Injil Yohanes. Ada teori yang menyatakan Injil Yohanes ditulis dengan tujuan menggantikan Injil-injil Sinoptik, ada pula yang menyatakan melawan Gnositisme, menghadirkan kekristenan Yunani, mengoreksi pengkultusan Yohanes Pembaptis, menangani polemik dalam jemaat Kristen mula-mula, dll. Akhirnya diakui bahwa masalah-masalah di atas menjadi isu-isu penting dalam membaca (studi mendalam) mengenai Injil Yohanes. Beberapa pokok atau teks khusus yang terdapat dalam Injil ini telah menjadi diskusi akademis yang sering dianggap sebagai sesuatu yang sulit dicari jalan keluarnya. Ada diskusi topikal yang terkenal yaitu tentang identitas “murid yang dikasihi”. Siapakah yang dimaksud dengan “murid yang dikasihi”?. Apakah Thomas, Maria, Yohanes anak Zebedeus, Petrus, seorang murid ideal yang mewakili komunitas gereja mula-mula, Lazarus, dll.

Kepada para pembaca blog yang tidak seiman, tidak menjadikan bagian-bagian khusus dalam postingan Injil Yohanes dan menyatakan bahwa "Injil" telah dipalsukan. Injil yang disampaikan dalam Perjanjian Baru tetap Injil dari Yesus Kristus yang telah terbukti merubah banyak orang, tepatnya milyaran orang telah dirubah menjadi manusia yang unggul dalam berbagai kebajikan. Bahan di atas bersumber dari beberapa sumber berikut ini. Sebenarnya ada catatan kaki tetapi catatan kaki untuk postingan di atas tidak muncul ketika kami memasukan tulisan ini. Oleh karena itu maka kami menyatakan bahwa beberapa bagian dari postingan di atas tentang Injil Yohanes diambil dari sumber-sumber sebagai berikut (Kami sebutkan halaman dari sumber yang kami pakai). Silakan lihat sumber-sumber berikut ini:

Sumber Postingan:

Garry M. Burge, John (NIVAC; Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000), 458.

Gary M. Burge, “Interpreting the Gospel of John,” in David Alan Black & David S. Dockery (eds), Interpreting the New Testament: Essays on Methods and Issues (Nashville, Tennessee:

Broadman & Holman Publishers, 2001), 357.

Burge, “Interpreting the Gospel of John,” 358.

Burge, “Interpreting the Gospel of John,” 357.

Baca: Jon Paulien, John: The Beloved Gospel (Nampa: Pacific Press, 2003).

Colin G. Kruse, John (The Tyndale New Testament Commentaries; Surabaya: Momentum, 2008), 18.

Bnd. Thomas D. Lea, “The Reliability of History in John’s Gospel,” Journal of Evangelical Theological Society 38/3 (September, 1995): 387-402.

Burge, “Interpreting the Gospel of John,” 357-358.

Bnd. D. Moody Smith, “John: A Source for Jesus Research?,” in Paul N. Anderson, Felix Just, & Tom Thatcher, John, Jesus, and History, Volume 1: Critical Appraisals of Critical Views (SBL 44; Leiden: Brill, 2007), 165-178.

George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 1, terj. Urbanus Selan & Henry Lantang (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 285-295.

Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru Volume 1, terj. Hendry Ongkowidjojo (Surabaya: Momentum, 2010), 247-259.

Ben Witherington,Apa yang telah Mereka Lakukan pada Yesus? Bantahan terhadap Teori-teori Aneh dan Sejarah ‘Ngawur’ tentang Yesus, terj. James Pantou (Jakarta: Gramedia, 2006), 189-224. Witherington meyakni bahwa murid yang dikasihi adalah Lazarus. Sedangkan pembelaan terhadap pandangan tradisional mengenai identitas murid yang dikasihi yaitu Yohanes anak Zebedeus dikemukakan oleh: Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru Volume 1, 222-226; juga D.A. Carson, Douglas J. Moo, and Leon Morris, An Introduction to the New Testament (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1992), 144-151.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.