Keluarga Kristen yang berada dalam masyarakat yang multikultural berada dalam interaksi yang kompleks, khususnya dalam hal kepercayaan kepada TUHAN. Orang Kristen dianggap sebagai orang yang percaya tiga Allah. Doktrin Tritunggal dianggap tidak masuk akal. Ada pula yang menyatakan orang Kristen percaya manusia menjadi Allah. Analogi yang dibuat adalah bahwa semua orang tahu meja pasti dibuat oleh tukang tetapi sampai kapanpun meja tidak akan menjadi tukang. Hal tentunya menjadi tantangan tersendiri bagaimana melaksanakan Pendidikan Kristen dalam keluarga Kristen. Memang kita semua tahu bahwa meja dibuat tukang dan sampai kapanpun meja tidak akan menjadi tukang. Namun anologi ini tidak tepat menggambarkan TUHAN menjadi manusia. Dalam teologi Kristen, bukan manusia yang menjadi Allah tetapi Allah yang menjadi manusia melalui kandungan Maria, anak yang dilahirkan itu dinamai Yesus (Mat. 1:21). Kemudian dalam Yohanes 1: 14 disebutkan: firman itu menjadi manusia ...
Dalam Ulangan 6:4-9 disebutkan bahwa para orangtua dalam keluarga Israel harus mendidik anak dalam keesaan TUHAN yang memperkenalkan diri kepada Musa. Mereka diperintah untuk mengajarkan bahwa Allah itu esa! Pengajaran tentang keesaan TUHAN Allah itu esa sedemikian penting karena bangsa Israel menghadapi bangsa-bangsa lain yang menyembah ilah-ilah lain. Boleh jadi bila pengajaran ini tidak disampaikan secara berulang-ulang maka anak-anak dalam keluarga akan dipengaruhi oleh keyakinan lain. Itulah sebabnya pengajaran tentang keesaan TUHAN Allah Musa sedemikian penting dalam keluarga bangsa Israel.
Dalam konteks pendidikan Kristen, keesaan TUHAN Allah tentu dikenal dalam doktrin Allah Tritunggal. Bapa, Anak dan Roh Kudus sehakekat atau sama-sama kekal. Jadi, satu dalam keber-ada-an tetapi tiga dalam kepribadian. Bapa memiliki pribadi, anak juga memiliki kepribadian dan Roh juga memiliki kepribadian. Intinya Allah Tritunggal dapat dipahami dalam pengertian Tri dalam kepribadian dan tunggal dalam keberadaan atau kekekalan (Bapa, anak dan Roh Kudus sama-sama kekal).
Suatu saat saya ketemu dengan seorang pemimpin spiritual dan berdialog dalam pendekatan filsafat. Saya katakan begini. Kami orang Kristen tidak percaya tiga Allah tetapi satu TUHAN Allah. Kami percaya TUHAN Allah yang menyatakan diri kepada Musa dengan nama YHWH, Tuhan Musa berkarya secara spesifik untuk bangsa pilihan-Nya yaitu Israel. Akan tetapi dalam rangka keselamatan bagi semua orang di luar bangsa pilihan maka TUHAN Allah Musa menyatakan diri atau menjadi manusia dan diberi nama Yesus. Jadi kami tidak percaya tiga Allah tetapi satu TUHAN Allah. Kemudian sang pemimpin spiritual itu menyatakan kalau begitu kita sama-sama percaya Allah yang esa.
Ya saya menghargai kesimpulan dia atas percakapan kami itu, tetapi poin yang saya hendak tekankan disini yakni pentingnya Pendidikan Kristen dalam keluarga tentang keesaan TUHAN Allah. Ajaran tentang Tritunggal patut dipikirkan secara mendalam, diyakini dan diajarkan kepada anak-anak dalam keluarga Kristen. Kita mengajarkan Allah Tritunggal karena pada hakekatnya Alkitab menyaksikan tentang adanya oknum Bapa, Anak (Yesus Kristus) dan Roh Kudus. Kita tidak boleh pudar dalam mengajarkan Allah Tritunggal kepada anak-anak dalam keluarga Kristen, sebab ajaran ini adalah kesaksian Alkitab. Mungkin orang lain tidak senang dengan jaran
Tritunggal, itu tidak menjadi soal, soal yang paling penting yakni kita mengajarkan keesaan Allah sebagaimana yang disaksikan dalam Alkitab.
Pengajaran tentang Allah Tritunggal dalam keluarga Kristen di tengah-tengah masyarakat majemuk hendaknya berlangsung dalam kontrol iman dan perlindungan kasih.
Salam
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.